“Teknologi
adalah berkah, bukan bencana”, mungkin inilah satu dari banyak makna yang bisa
kita ambil dari film documenter tentang media, Linimassa2. Mengingat adanya
pandangan “Jika ingin menguasai dunia, kuasailah media”, kini media semakin
terasa perannya. Dengan fungsinya sebagai pemberi informasi, ia mampu menduduki
peran penting sederajat konsep pemerintahan Indonesia, Trias Politika. Dimana,
saat terdapat badan eksekutif, legislatif, dan yudikatif, media seolah
menduduki posisi sebagai badan independen yang berperan sebagai pengontrol
sekaligus pengawas yang bebas. Parahnya, ia kini diwaspadai sebagai pemacu
utama munculnya Perang Dunia 3. Analogi kecil bisa kita tilik pada cuplikan
Linimassa2 tentang kerusuhan di sebuah daerah di Ambon bulan September 2011
yang lalu. Rusuh yang sebenarnya terjadi hanyalah di satu daerah kecil di
Ambon, dan hanya disebabkan oleh tewasnya satu orang tukang ojek. Namun, dengan
media yang “membakar”, wilayah kerusuhan meluas, tak terkendali, dan banyak
warga Ambon terlibat langsung didalamnya. Media mainstream (koran, televise, radio, dan internet)—yang membelakangi
kepentingannya—menjadi bersifat menjual berita daripada mengabarkan berita. Berbeda
dengan media kecil (facebook, twitter, dan blog) yang lebih murni dalam
mengabarkan berita—yang memiliki tak kalah manfaat—yang dibahas secara rapi
dalam film Linimassa2.
Film ini disusun oleh
kerjasama berbagai lembaga mulai dari ICT Watch, Watchdoc, dan Chanel Internet
Sehat di belakang orang-orang berpengalaman di bidang jurnalistik seperti
@sweethellena, @andhy_panca, @dandhy_laksono, dkk. Ya, mereka mungkin lebih
suka menampilkan namanya dengan akun twitter karena mungkin jejaring sosial ini
sudah bisa menjadi sarana jurnalisme tersendiri. Selain itu, blog juga menjadi
perangkat jurnalisme bagi beberapa dari mereka. Linimassa2 lebih banyak
membahas penggunaan media-media kecil, tak lepas dari posisi negara kita yang tinggi
dalam penggunaan facebook dan twitter di kancah internasional. Tak hanya
menggunakannya, banyak dari kita juga memanfaatkannya. Memilihnya sebagai
berkah, bukan bencana.
Dari
berbagai pelosok di Indonesia, Linimassa2 mengupas beragam berkah dari adanya media
berbasis teknologi, seperti Primadona FM Radio Community di Lombok, Desa
Multimedia di Tasikmalaya, Komunitas HIV/AIDS di Jakarta, Emak-Emak Blogger di
Jakarta, Komunitas Difabel di Jakarta, dan Kampung Cyber di Yogyakarta. Hal
yang lebih menarik untuk dibahas diantaranya Emak-Emak Blogger, Primadona FM,
dan Kampung Cyber.
Yati
Rachmat, anggota Emak-Emak Blogger berusia 72 tahun memanfaatkan blog untuk
melatih dan menjaga otak dari gejala umum seorang lansia, kepikunan. Disinilah
hal yang cukup unik bahwa dengan menulis di blog, otak menjadi tetap
terpelihara dari lemahnya menyerap dan mengingat kembali informasi. Tak hanya
itu, wanita ini juga memasuki bidang bisnis reseller dengan kepemilikan akun
facebook mulai Maret 2009. Wanita yang tetap berjiwa muda.
Kini masyarakat tak lagi menunggu wartawan untuk meliput
daerahnya, karena mereka sendirilah pewartanya. Primadona FM telah membantu
seorang warga dalam mempublikasikan terhambatnya penggunaan air di daerahnya. Kitanep,
seorang penjaga hutan di pelosok Lombok mengadu ke lembaga penyiaran radio
tersebut untuk diteruskan ke pihak yang bertugas. Media telepon genggam standar
digunakan untuk memotret kerusakan yang terjadi, lalu dipindah ke laptop,
diunggah ke internet, dan hasilnya bantuan datang. Sebuah cara mudah dari
teknologi yang juga tidak mewah.
Teknologi yang mudah juga digunakan pada Kampung Cyber. Dari
141 warga, sudah 90%-nya menggunakan internet. Persentase yang mengagumkan
untuk kalangan desa. Salah satu warganya juga memanfaatkannya untuk
berwirausaha, yakni Lek Iwon. Menggunakan facebook dan blog, karya batiknya bisa
melambung skala nasional, bahkan internasional. Produk seorang warga desa di
Yogyakarta kini sudah bisa dijangkau dari Jepang hanya dengan layar kaca.
Indonesia
kini telah memiliki potensi yang baik dalam pemanfaatan media, data penggunanya
diantaranya:
1. 55.000.000 pengguna internet,
2. 42.900.000
pengguna facebook,
3. 24.900.000
pengguna twitter,
4. 100.000.000
pengguna selular aktif,
5. 3.300.000
pengguna blog
Fungsi awal tercipta
media dan teknologi adalah untuk membantu. Ketiga orang di atas telah
membuktikan bahwa menggunakan fungsi teknologi untuk “membantu” adalah hal yang
lebih baik. Mereka memilih cara yang mudah dan sederhana. Media mainstream yang
kini dibelakangi oleh banyak kepentingan mulai tersaingi media sosial yang
sebelumnya memiliki peranan yang kecil. Di balik aktivitasnya yang lebih jujur,
media sosial digemari cukup banyak orang. Seperti Almas dkk, mereka lebih
percaya terhadap teman-temannya sendiri yang memang berdomisili di Ambon daripada
media mainstream. Meskipun media besar tersebut lebih tersistem, faktor persaudaraan terhadap
sahabat sendiri dalam media kecil tetap tidak bisa mengalahkan kepercayaan mereka terhadap media besar.
Dari keseluruhan,
Linimassa2 sangat bagus dalam hal penyajian. Banyak menggunakan lagu-lagu
daerah sebagai pengantar, menampilkan jurnalisnya dengan perangkat laptop
dimana-mana agar terasa pentingnya media, dan tidak hanya membahas daerah
pelosok saja namun juga daerah metropolitan seperti Jakarta. Selain itu, film
ini disajikan dengan subtitle bahasa Inggris agar bisa dikonsumsi sampai kancah
internasional. Satu hal yang cukup disayangkan atau bisa dijadikan evaluasi
untuk film Linimassa berikutnya adalah aspek desain visualnya yang kurang
memanjakan penonton. Perlu adanya tambahan desain-desain grafis agar lebih
bervariasi.
Akhirnya, Linimassa2
menjadi satu film documenter yang direkomendasikan, bahkan wajib ditonton berbagai
kalangan warga Indonesia. Karena media menjadi hal yang sangat penting di era
global ini. Linimassa2 juga menyadarkan betapa media-media kecil lebih arif
dibandingkan media-media mainstream. Dengan ini kita menjadi saksi, bahwa modal
kuat mungkin akan menggusur yang lemah, tapi modal kuat tak selalu memberi
lebih banyak arti. Teknologi awalnya difungsikan sebagai berkah, bukan bencana.
Dan, kesederhanaan adalah kembali kepada fungsi awalnya.


